Penggunaan Fasilitas Negara
Septiawadi Kari Mukmin[1]
Belakangan ini gencarnya seruan baik dari lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, atau lembaga independen agar pemerintah memberikan lebel atau atribut pada setiap kendaraan dinas seperti yang dilakukan pemda Lampung Barat yang juga disusul pemda lain seperti Metro dan juga sekarang menyentuh Pemda Kota Bandar lampung. Instruksi Wali Kota ternyata masih belum sepenuhnya dilaksanakan seperti dilansir koran Radar Lampung tanggal 14 April 2008 bahwa kedapatan 4 randis DPRD Bandar lampung yang belum dilabel, padahal lembaga DPRD inilah yang mendesak perlunya pelabelan kendaraan dinas.
Pelabelan kendaraan bertujuan agar kendaraan dinas betul – betul digunakan dalam perjalanan dinas. Bukan seperti yang terjadi selama ini bahwa kendaraan dinas mangkir di pasar, tempat rekreasi dan berbagai tempat yang sebenarnya tidak layak berada disitu. Kalau perlu tidak hanya kendaraan dinas yang diatur tapi fasilitas Negara yang lain seperti rumah dinas perlu juga diatur. Jangan sampai orangnya tidak dinas lagi tapi masih saja tinggal disitu menikmati perumahan dinas. Hal lain merupakan bagian dari fasilitas Negara seperti barang inventaris yang disimpan / dipajang di kantor selama menjabat yang merupakan milik atas nama instansi jangan sampai hilang / raib ketika pejabat bersangkutan tidak bertugas lagi termasuk berbagai macam cendera mata dari para tamu pejabat / instansi yang pernah berkunjung.
Kesadaran seperti ini harus ditumbuhkan dari berbagai lini instansi dan kantor. Tidak hanya kantor Pemda, DPRD tapi semua instansi yang menggunakan fasilitas negara termasuk instansi pendidikan seperti sekolah, perguruan tinggi dan seterusnya. Kebijakan terhormat ini patut didukung oleh semua aparatur pemerintahan dengan penuh kesadaran tinggi dan tanggung jawab dalam menggunakan fasilitas negara sesuai kegunaan dinas. Pokoknya asal menggunakan fasilitas negara jangan semena- mena. Suatu hal yang miris dan memprihatinkan ada oknum yang menggunakan kendaraan dinas dengan mengganti plat merah menjadi hitam supaya bebas nangkring atau keluyuran dimana – mana. Apalagi kalau ada oknum yang tidak mengembalikan fasilitas yang dipakai sebelumnya ke negara yang selama ini dinikmatinya sungguh tragis, menyedihkan dan tebal muka.[2]
Khusus perumahan dinas bagi pegawai permanen[3] bukan karena rumah dinas terkait jabatan, maka bagi pegawai yang menempati perumahan dinas, mess, perlu diatur jangka waktu penggunaan sebab masih banyak pegawai tetap lain atau pegawai baru yang akan menempati rumah tersebut. Contoh, perumahan dosen pada perguruan tinggi harus diberi batas waktu tinggal di rumah dinas seperti 10 atau 15 tahun supaya ditempati pula oleh pegawai baru lainnya yang sulit mencari tempat tinggal ditempat pekerjaan baru.Contoh lain dapat dilihat juga pada perumahan TNI / Polri, Perumahan lembaga pemerintah lainnya yang perlu digilir penggunaannya.
Bandar lampung, 19 April 2008
[1] Penulis, Dosen Ushuluddin IAIN Raden Intan Bandar lampung
[2] Kisah dalam Sejarah Peradaban Islam dapat dijadikan teladan bahwa bagaimana seorang pemimpin yang tidak mau menggunakan fasilitas negara untuk keperluan keluarganya. Sang khalifah berujar’ Ini lampu milik negara sedangkan kamu urusan keluarga maka saya matikan dulu lampu ini”.
[3] Pegawai tetap biasa yang tidak menduduki jabatan khusus seperti jabatan Bupati, Rektor, Komandan kodim, korem dst. Kalau untuk jabatan – jabatan tersebut rumah dinas sangat sesuai dengan masa aktif menjabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar